 Kedua foto ini mengambil lokasi dan angle yang  sama, tapi  dipisahkan jarak waktu seratus tahun. Lokasi yang dipilih  adalah Kelok  Sembilan, sebuah lokasi berjarak kira-kira 70 km dari  Bukittinggi arah  ke Pekanbaru.
Kedua foto ini mengambil lokasi dan angle yang  sama, tapi  dipisahkan jarak waktu seratus tahun. Lokasi yang dipilih  adalah Kelok  Sembilan, sebuah lokasi berjarak kira-kira 70 km dari  Bukittinggi arah  ke Pekanbaru.Sesuai namanya, Kelok Sembilan  mempunyai 9 buah  kelok (bahasa Minang yang berarti tikungan) dengan  sudut putar 180  derjat. Sebuah cara yang dibuat oleh Belanda dalam  menyiasati beda  tinggi yang mencolok antara jalan bagian bawah dan  bagian atas. Cara  ini efektif untuk memperpendek jarak tempuh karena  tidak perlu memutar  mengelilingi bukit. Selain disini, kelok yang banyak  juga terdapat di  Kelok 44 (Maninjau) dan Sitinjau Laut (Padang-Solok).  Lain waktu kita  jalan-jalan ke sana.

Atas : Tahun 1910 (Sumber : Koleksi KITLV, Leiden)
Bawah : Tahun 2010 (Sumber : subkiskeigoblogspot.com)
Kelok 9 dibangun Belanda pada  tahun 1908 - 1910. Pada foto pertama, sepertinya dipotret pada saat  jalan itu baru selesai dibangun tahun 1910. Ini terlihat dari lingkungan  yang bersih dari tanaman-tanaman besar. Bahkan ada yang masih  bertumbangan. Dalam foto juga terlihat sebuah mobil menuruni kelok  sembilan dan di kejauhan sana terlihat jalan mengular menuju kepekatan  rimba raya,  ke arah kota Pajakoemboeh alias Payakumbuh. Terbayang waktu  itu, apa yang ada dalam pikiran para penumpang mobil ketika berjalan  dalam naungan batang kayu raksasa di kiri-kanan jalan. Alangkah  beraninya!
Foto kedua, seratus tahun kemudian. 2010. Perbedaan  yang mencolok adalah jalan sudah dilapisi aspal mulus lus lus. Kemudian  kepekatan hutan terlihat berkurang dan tidak seseram foto seratus tahun  sebelumnya. Yang pasti masih sama adalah konstruksi dinding penahan  tanahnya. Dari kedua foto dapat dipastikan dinding itu adalah dinding  yang sama. Dilihat dari bentuk dan alur-alur yang ada di permukaan  dinding. Seratus tahun menantang panas dan hujan tidak membuat dinding  itu lapuk dimakan usia. Jangankan rubuh, sompel pun tidak! Hanya ada  penambahan dinding di sebelah kiri arah jurang. Mungkin untuk pencegahan  karena sudah banyak pembalap jalanan yang terjun ke dalam sana.
Terakhir,  ternyata kedua foto ini memperlihatkan bahwa lebar jalan di sana tidak  berubah selama 100 tahun. Padahal kendaraan yang lewat sudah berbeda  jauh ukurannya. Pantas saja sering macet....:)
sumber :minanglamo
 
 
 
 
 
 
 


Tidak ada komentar:
Posting Komentar